Followers

Sunday, January 6, 2013

Amanah Perjuangan...

-->
Melalaikan Amanah: Jalan Menuju Kegagalan Dan Kehancuran

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٢٧

Wahai orang-orang yang beriman! janganlah kamu mengkhianati (amanah) Allah dan RasulNya, dan (janganlah) kamu mengkhianati amanah-amanah kamu, sedang kamu mengetahui (salahnya). Surah Al-Anfal – Ayat 27

Ayat di atas mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa di antara indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanahnya.

Amanah, dari satu sisi dapat difahami dengan tugas, dan dari sisi lain diertikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah,
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ (٢٦

Salah seorang di antara perempuan yang berdua itu berkata: "Wahai ayah, ambilah Dia memjadi orang upahan (mengembala kambing kita), Sesungguhnya sebaik-baik orang yang ayah ambil bekerja ialah orang yang kuat, lagi amanah". Surah Al-Qhashash - Ayat 26

Oleh karena itu wahai ikhwah dan akhawat,

kuatkanlah keimanan dan ruhiyah kalian, Kuatkanlah ilmu dan tsaqafah kalian, dan segala sarana yang dapat digunakan untuk memikul amanah. Dan Allah memerintahkan kepada kita untuk mempersiapkan segala bentuk kekuatan.

وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ تُرْهِبُونَ بِهِ عَدُوَّ اللَّهِ وَعَدُوَّكُمْ وَآخَرِينَ مِنْ دُونِهِمْ لا تَعْلَمُونَهُمُ اللَّهُ يَعْلَمُهُمْ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ (٦٠

Dan sediakanlah untuk menentang mereka (musuh yang menceroboh) segala jenis kekuatan yang dapat kamu sediakan dan dari pasukan-pasukan berkuda yang lengkap sedia, untuk menggerunkan dengan persediaan itu musuh Allah dan musuh kamu serta musuh-musuh yang lain dari mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. dan apa sahaja yang kamu belanjakan pada jalan Allah akan disempurnakan balasannya kepada kamu, dan kamu tidak akan dianiaya. Surah Al-Anfal – Atat 60

Ikhwah dan akhawat filLah!

Hidup ini tidak lain adalah sebuah safar atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah. Sabda Nabi saw:

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال  : أخذ رسول الله صلى الله عليه و سلم بمنكبي فقال : كن في الدنيا كأنك غريب أو عابر سبيل

“Jadilah kamu sepertimana kamu seorang dagang atau seorang yang berhenti seketika di perjalanan”. Riwayat Bukhari

 Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi, bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal, nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah pencapaian yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sedar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak akan disia-siakannya untuk hal-hal yang remeh-temeh, apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.

Amanah pertama yang harus dilakukan adalah Amanah Fitrah manusia,dimana makhluk lain enggan dan menolak menerimanya. Ia adalah amanah hidayah, makrifah dan iman kepada Allah atas dasar niat, kemahuan, usaha dan orientasi.

Amanah berikutnya adalah Amanah Syahadah (Kesaksian). Pertama, berupa kesaksian diri agar menjadi cermin bagi agamanya. Kedua, berupa kesaksian dakwah agar menyampaikan agama kepada manusia.

Ketiga, berupa kesaksian agar menerapkan manhaj dan syariah Islam di bumi Allah. Berkata Imam Ash-Syahid Hasan Al-Banna:

“Wahai Muslimun! Ibadah kalian kepada Rabb kalian, jihad di jalan pengokohan agama kalian dan kemuliaan Syariat kalian adalah tugas kalian dalam hidup. Jika kalian melaksanakannya dengan benar, maka kalianlah orang yang berjaya. Jika kalian melaksanakannya hanya sebagian atau melalaikan semuanya, maka ingatlah firman Allah Taala,

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لا تُرْجَعُونَ (١١٥

"Maka Adakah patut kamu menyangka Bahawa Kami hanya menciptakan kamu (dari tiada kepada ada) sahaja Dengan tiada sebarang hikmat pada ciptaan itu? dan kamu (menyangka pula) tidak akan dikembalikan kepada kami?" Surah Almu’minuun – Ayat 115”

Dan amanah itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barang siapa yang menunaikan amanah atau mengabaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat dan dibalas oleh Allah. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggungjawab itu. Kerana tempat yang didiami adalah bumi Allah, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah, potensi yang ada adalah anugerah Allah dan nilai Islam adalah kayu pengukur dari pelaksanaan amanah tersebut.

Kemudian mereka akan datang menghadap Allah. Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan akan memiliki tampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki tampak negatif berupa keburukan. Kesan itu bukan hanya mengenai dirinya semata-mata, tetapi juga mengenai umat manusia secara umum.

Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik akan memberikan impak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Apalagi bila dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang memerlukannya. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan tampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga,dan beban bagi orang lain.

Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah seringkali menimbulkan bahaya yang besar. Bukankah terjadinya kecelakaan , Bahaya yang lebih serius lagi adalah jika amanah dakwah tidak dilaksanakan sehingga kemaksiatan merebak, kematian hati, kerusakan moral dan keruntuhan sosial serta kepemimpinan di pegang oleh orang yang bodoh dan zalim.

Ikhwan dan akhwat filLah!

Perjalanan dakwah telah menorehkan pengalaman yang besar kepada kita. kerana kesalahan dalam melaksanakan amanah yang akhirnya mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah saw. memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan kawasan tersebut. Tetapi, ketika tentara Islam dibawah sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memungut rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan sanggup meninggalkan amanah kerana harta. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang hilang dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar mengalir dari muka Rasulullah saw, akibat amanah yang dilalaikan.

Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan alat yang paling ampuh digunakan syaitan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah. Allah swt Berpesan:

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلا (٤٦

Harta benda dan anak pinak itu, ialah perhiasan hidup di dunia; dan amal-amal soleh yang kekal faedahnya itu lebih baik pada sisi Tuhanmu sebagai pahala balasan, dan lebih baik sebagai asas Yang memberi harapan. Surah Al-Kahfi – Ayat 46

Ada sebagian da’ie yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, da’ie tersebut begitu istiqamah menjalankan amanah dakwah. Tetapi setelah dakwah menghasilkan harta dan kekuasaan, amanah dakwah itu ditinggalkan atau bahkan berhenti dari jalan dakwah dan futur dalam barisan jamaah dakwah.

Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan! Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Di balik menunaikan amanah, terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda. Sehingga orang yang beriman harus senantiasa menguatkan taqarrub illalLah dan istianah bilLah.

Amanah adalah perintah dari Allah yang harus ditunaikan dengan benar dan disampaikan kepada ahlinya. Allah swt Berfirman:

إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَنْ تُؤَدُّوا الأمَانَاتِ إِلَى أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَنْ تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا (٥٨

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat. Surah An-Nisa’ – Ayat 58

Amanah yang paling tinggi adalah amanah untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum pada kepemimpinan umat. Pahala yang paling tinggi adalah pahala dalam melaksanakan keadilan sebagai pemimpin umat. Sabda Nabi saw:

عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ أَخْبَرَنِى خُبَيْبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ حَفْصِ بْنِ عَاصِمٍ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ : سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ الإِمَامُ الْعَادِلُ ……

“Tujuh golongan yang mereka ini akan mendapat perlindungan Allah pada hari yang tidak ada perlindungan melainkan perlindungan-Nya: Pemimpin yang adil.........” Riwayat Bukhari dan Muslim

Begitulah sebaliknya, bahaya yang paling tinggi adalah bahaya melakukan kezaliman pada saat memimpin umat. Kezaliman pemimpin akan menimbulkan kehancuran dan kerusakan total dalam sebuah bangsa. Maka kezaliman pemimpin merupakan sikap mensia-siakan amanah yang paling tinggi.

Dengan demikian orang-orang yang beriman harus benar-benar melaksanakan amanah kepemimpinan umat dan tidak memberikannya kepada orang-orang yang bukan ahlinya. Orang beriman adalah sebaik-baik ummah yang harus melaksanakan amanah umat. Dan ketika amanah kepemimpinan dipegang oleh orang yang bukan ahlinya, maka umat Islam harus bersatu untuk menaikkan kepimpinan Islam dan amar ma'aruf nahi munkar. Rasulullah saw. bersabda:

عن أبي أمامة : أن رجلا سأل النبي صلى الله عليه و سلم عند الجمرة الأولى أي الجهاد أفضل فأعرض عنه ثم سأله عند الجمرة الوسطى فأعرض عنه ثم سأله عند العقبة فوضع رجله في الغرز ثم قال أي الجهاد أفضل يا رسول الله ؟ قال أفضل الجهاد كلمة حق عند سلطان جائر

“Seutama- utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zalim”
Riwayat Ibnu Majah, Ahmad, At-Thabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai.

Ikhwan dan akhwat filLah!

Hidup adalah pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah tanggungjawab sebagai manusia, tanggungjawab sebagai muslim dan tanggungjawab sebagai da’ie. Oleh kerananya sandaran yang paling baik adalah Allah, teman yang paling baik adalah orang-orang yang soleh dan kelompok yang paling baik adalah jamaah Islam. Maka kuatkan hubungan dengan Allah dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah, niscaya kita akan berjaya melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Marilah kita melaksanakan amanah yang dibebankan jamaah kepada kita dengan penuh kesabaran dan berlapang dada. Marilah kita melaksanakan amanah umat dengan penuh keseriusan dan tanggungjawab. Dan semuanya akan disoal, siapkah kita? Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran.

Dan ingatlah setiap apa yang dinyayikan oleh manusia durjana merupakan suatu seruan agama kepada pembelanya untuk bangun menyelamatkan maruah suci Agama Islam.

Continue Reading...

Ziarah Murabbi Syekh Zainol Asri Bin Haji Ramli ke Sana'a, Yaman

Setinggi-tinggi kesyukuran ku hadratkan kepada-Mu ya Allah. Selawat dan salam buat junjungan besar Baginda saw dan keredhaan Allah untuk sahabat-sahabat Baginda saw dan seluruh pengikutnya sehingga hari khiamat.

Imam Asy-Syafiee ada menyebut di dalam syairnya:

لا بد من صنعاء وإن طال السفر *** لطيبها والشيخ فيها من دبر

Semestinya ke sana'a walaupun perjalanan yang panjang *** 
kerana kebaikkannya dan ulama' yang ada padanya adalah dari yang terdahulu

Terasa waktunya amat berharga bila datangnya murabbi yang aku amat kasihi ke sana'a ini. Syekh Zainol Asri bin Haji Ramli yang telah membentuk akhlakku hampir 6 tahun di Sekolah Menengah Islam Darul Ulum (SMIDU). Seorang murabbi yang amat tegas dengan disiplin diri, mendidik anak muridnya  adap-adap sebagai seoarang murid dengan gurunya dan hamba dengan Tuhannya. Apa yang lebih terasa berharga kerana beliau juga seorang yang amat penyayang (walaupun asyik kena rotan dulu). Itulah sedikit dariku tentang murabbi ku yang amat aku menghargainya.

Untuk perkongsian kita bersama ketika beliau di Sana'a...

Gambar bersama Prof. Dr. Syekh Abdul Aziz Majid Az-Zindani Hafizahul-Lah,
Pengasas University Al-Iman, Sana'a

Bersama Syekh Muhammad As-Sodiq Hafizahul-Lah,
Pensyarah di Universiti A-Iman, Sana'a. Dan Ahli Majlis Fatwa Yaman,
Ust. Yahya Bakhair Bin Ibni Hajar, Master Universiti Al-Iman dalam bidang Usul Fikh
Syekh Zainol Asri Bin Haji Ramli, Mudir Darul Hadis Yayasan Paksi.

 Pengenalan seperti diatas


Syekh Zainol Asri bin Haji Ramli bersama
Al-Qadhi Al-'Allamah Muhammad bin Ismail Al-'Amrani Hafizahul-Lah
Pertemuan di masjid Qadhi, waktu untuk beliau menerima tetamu dan waktu untuk masyarakat Yaman bertanyakan soalan dan fatwanya.

Ust Yusof bin Awang, Timbalan Mudir Darul Hadis Yayasan Paksi bersama
Al-Qadhi Al-'Allamah Muhammad bin Ismail Al-'Amrani Hafizahul-Lah

Bicara Ulama' anjuran Persatuan Pelajar malaysia Yaman (PERMAYA)
di dewan Universiti Al-Iman Sana'a

Abangku Ust. Yahya Bakhair bin Ibni Hajar bersama 
Al-Qadhi Al-'Allamah Muhammad bin Ismail Al-'Amrani Hafizahul-Lah

Dan sorang lagi yang tidak dikenali (nak jugak dia) bersama
Al-Qadhi Al-'Allamah Muhammad bin Ismail Al-'Amrani Hafizahul-Lah

Yang di sebelah kiri ni, Syekh Yasir 'Abduh,
Ketua Bahagian Pelajar-pelajar Luar Negara (Yaman) di Universiti Al-Iman.
Dan sebelah kanan adalah anak kepada Syekh Muhammad As-Sodiq Hafizahul-Lah.

Semoga pertemuan ini diberkati dan dirahmati oleh Allah swt..in sya Allah.

Ya Allah, Engkau rahmatilah kami dan Engkau pimpinlah kami kearah keredhaan-Mu. Moga dengannya kami merasa bahagia di dunia dan juga di akhirat sana..ameen.


Continue Reading...

Saturday, January 5, 2013

Kisah Nabi Musa as bertemu dengan Nabi Khidir as

Salam mahabbah dan salam ukhuwwah buat sahabat-sahabat yang membaca. Semoga Allah sentiasa memimpin kita kearah keredhaan-Nya..in sya Allah.

Ini adalah kisah Nabi Allah Musa as bertemu dengan Nabi Allah Khidir as yang telah diceritakan oleh Nabi saw didalam Riwayat Imam Al-Bukhari. Dan Allah swt juga ada menyebutnya di dalam surah al kahfi ayat 60-82.

Dalam kisah ini, terlalu banyak pengajaran yang boleh dan perlu kita ambil terutama sekali bagi seorang penuntut ilmu. 


Allah swt menyebut didalam al-quran: 

وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا (٦٠)فَلَمَّا بَلَغَا مَجْمَعَ بَيْنِهِمَا نَسِيَا حُوتَهُمَا فَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ سَرَبًا (٦١)فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَاهُ آتِنَا غَدَاءَنَا لَقَدْ لَقِينَا مِنْ سَفَرِنَا هَذَا نَصَبًا (٦٢)قَالَ أَرَأَيْتَ إِذْ أَوَيْنَا إِلَى الصَّخْرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الْحُوتَ وَمَا أَنْسَانِيهُ إِلا الشَّيْطَانُ أَنْ أَذْكُرَهُ وَاتَّخَذَ سَبِيلَهُ فِي الْبَحْرِ عَجَبًا (٦٣)قَالَ ذَلِكَ مَا كُنَّا نَبْغِ فَارْتَدَّا عَلَى آثَارِهِمَا قَصَصًا (٦٤)فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا (٦٥)قَالَ لَهُ مُوسَى هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا (٦٦)قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٦٧)وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا (٦٨)قَالَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ صَابِرًا وَلا أَعْصِي لَكَ أَمْرًا (٦٩)قَالَ فَإِنِ اتَّبَعْتَنِي فَلا تَسْأَلْنِي عَنْ شَيْءٍ حَتَّى أُحْدِثَ لَكَ مِنْهُ ذِكْرًا (٧٠)فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا رَكِبَا فِي السَّفِينَةِ خَرَقَهَا قَالَ أَخَرَقْتَهَا لِتُغْرِقَ أَهْلَهَا لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا إِمْرًا (٧١)قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٧٢)قَالَ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا نَسِيتُ وَلا تُرْهِقْنِي مِنْ أَمْرِي عُسْرًا (٧٣)فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا لَقِيَا غُلامًا فَقَتَلَهُ قَالَ أَقَتَلْتَ نَفْسًا زَكِيَّةً بِغَيْرِ نَفْسٍ لَقَدْ جِئْتَ شَيْئًا نُكْرًا (٧٤)قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (٧٥)قَالَ إِنْ سَأَلْتُكَ عَنْ شَيْءٍ بَعْدَهَا فَلا تُصَاحِبْنِي قَدْ بَلَغْتَ مِنْ لَدُنِّي عُذْرًا (٧٦)فَانْطَلَقَا حَتَّى إِذَا أَتَيَا أَهْلَ قَرْيَةٍ اسْتَطْعَمَا أَهْلَهَا فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنْ يَنْقَضَّ فَأَقَامَهُ قَالَ لَوْ شِئْتَ لاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا (٧٧)قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (٧٨)أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا (٧٩)وَأَمَّا الْغُلامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا (٨٠)فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا (٨١)وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا (٨٢)

60. dan (ingatkanlah peristiwa) ketika Nabi Musa berkata kepada temannya: "Aku tidak akan berhenti berjalan sehingga Aku sampai di tempat pertemuan dua laut itu atau Aku berjalan terus bertahun-tahun".

61. maka apabila mereka berdua sampai ke tempat pertemuan dua laut itu, lupalah mereka akan hal ikan mereka, lalu ikan itu menggelunsur menempuh jalannya di laut, Yang merupakan lorong di bawah tanah.

62. setelah mereka melampaui (tempat itu), berkatalah Nabi Musa kepada temannya: "Bawalah makan tengah hari kita sebenarnya kita telah mengalami penat lelah Dalam perjalanan kita ini".

63. Temannya berkata: "Tahukah apa Yang telah terjadi ketika kita berehat di batu besar itu? sebenarnya Aku lupakan hal ikan itu; dan tiadalah Yang menyebabkan Aku lupa daripada menyebutkan halnya kepadamu melainkan Syaitan; dan ikan itu telah menggelunsur menempuh jalannya di laut, Dengan cara Yang menakjubkan".

64. Nabi Musa berkata: "Itulah Yang kita kehendaki "; Merekapun balik semula ke situ, Dengan menurut jejak mereka.

65. lalu mereka dapati seorang dari hamba-hamba Kami Yang telah Kami kurniakan kepadanya rahmat dari kami, dan Kami telah mengajarnya sejenis ilmu; dari sisi kami.

66. Nabi Musa berkata kepadanya: bolehkah Aku mengikutmu, Dengan syarat Engkau mengajarku dari apa Yang telah diajarkan oleh Allah kepadaMu, ilmu Yang menjadi petunjuk bagiku?"

67. ia menjawab: "Sesungguhnya Engkau (Wahai Musa), tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku.

68. dan Bagaimana Engkau akan sabar terhadap perkara Yang Engkau tidak mengetahuiNya secara meliputi?

69. Nabi Musa berkata: "Engkau akan dapati aku, Insyaa Allah: orang Yang sabar; dan Aku tidak akan membantah sebarang perintahmu".

70. ia menjawab: "Sekiranya Engkau mengikutku, maka janganlah Engkau bertanya kepadaKu akan sesuatupun sehingga Aku ceritakan halnya kepadamu".

71. lalu berjalanlah keduanya sehingga apabila mereka naik ke sebuah perahu, ia membocorkannya. Nabi Musa berkata: "Patutkah Engkau membocorkannya sedang akibat perbuatan itu menenggelamkan penumpang-penumpangnya? Sesungguhnya Engkau telah melakukan satu perkara Yang besar".

72. ia menjawab: "Bukankah Aku telah katakan, Bahawa Engkau tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku?"

73. Nabi Musa berkata: "Janganlah Engkau marah akan daku disebabkan Aku lupa (akan syaratmu); dan janganlah Engkau memberati daku Dengan sebarang kesukaran Dalam urusanku (menuntut ilmu)".

74. kemudian keduanya berjalan lagi sehingga apabila mereka bertemu Dengan seorang pemuda lalu ia membunuhnya. Nabi Musa berkata "Patutkah Engkau membunuh satu jiwa Yang bersih, Yang tidak berdosa membunuh orang? Sesungguhnya Engkau telah melakukan satu perbuatan Yang mungkar!"

75. ia menjawab: "Bukankah, Aku telah katakan kepadaMu, Bahawa Engkau tidak sekali-kali akan dapat bersabar bersamaku?"

76. Nabi Musa berkata: "Jika Aku bertanya kepadamu tentang sebarang perkara sesudah ini, maka janganlah Engkau jadikan daku sahabatmu lagi; Sesungguhnya Engkau telah cukup mendapat alasan-alasan berbuat demikian disebabkan pertanyaan-pertanyaan dan bantahanku".

77. kemudian keduanya berjalan lagi, sehingga apabila mereka sampai kepada penduduk sebuah bandar, mereka meminta makan kepada orang-orang di situ, lalu orang-orang itu enggan menjamu mereka. kemudian mereka dapati di situ sebuah tembok Yang hendak runtuh, lalu ia membinanya. Nabi Musa berkata: "Jika Engkau mahu, tentulah Engkau berhak mengambil upah mengenainya!"

78. ia menjawab: "Inilah masanya perpisahan antaraku denganmu, Aku akan terangkan kepadamu maksud (kejadian-kejadian Yang dimusykilkan) Yang Engkau tidak dapat bersabar mengenainya.

79. adapun perahu itu adalah ia dipunyai oleh orang-orang miskin Yang bekerja di laut; oleh itu, Aku bocorkan Dengan tujuan hendak mencacatkannya, kerana di belakang mereka nanti ada seorang raja Yang merampas tiap-tiap sebuah perahu Yang tidak cacat.

80. adapun pemuda itu, kedua ibu bapanya adalah orang-orang Yang beriman, maka Kami bimbang Bahawa ia akan mendesak mereka melakukan perbuatan Yang zalim dan kufur.

81. oleh itu, Kami ingin dan berharap, supaya Tuhan mereka gantikan bagi mereka anak Yang lebih baik daripadanya tentang kebersihan jiwa, dan lebih mesra kasih sayangnya.

82. adapun tembok itu pula, adalah ia dipunyai oleh dua orang anak yatim di bandar itu; dan di bawahnya ada "Harta terpendam" kepuyaan mereka; dan bapa mereka pula adalah orang Yang soleh. maka Tuhanmu menghendaki supaya mereka cukup umur dan dapat mengeluarkan harta mereka Yang terpendam itu, sebagai satu rahmat dari Tuhanmu (kepada mereka). dan (ingatlah) Aku tidak melakukannya menurut fikiranku sendiri. Demikianlah penjelasan tentang maksud dan tujuan perkara-perkara Yang Engkau tidak dapat bersabar mengenainya".

Surah Al-Kahfi - Ayat 60-82



Imam Al-Bukhari menyebut:

- حدثنا علي بن عبد الله حدثنا سفيان حدثنا عمرو بن دينار قال أخبرني سعيد بن جبير قال قلت لابن عباس إن نوفا البكالي يزعم أن موسى صاحب الخضر ليس هو موسى بني إسرائيل إنما هو موسى آخر فقال كذب عدو الله حدثنا أبي بن كعب
 : عن النبي صلى الله عليه و سلم ( أن موسى قام خطيبا في بني إسرائيل فسئل أي الناس أعلم ؟ فقال أنا فعتب الله عليه إذ لم يرد العلم إليه فقال له بلى لي عبد بمجمع البحرين هو أعلم منك قال أي رب ومن لي به ؟ وربما قال سفيان أي رب وكيف لي به ؟ قال تأخذ حوتا فتجعله في مكتل حيثما فقدت الحوت فهو ثم وربما قال فهو ثمه وأخذ حوتا فجعله في مكتل ثم انطلق هو وفتاه يوسع بن نون حتى أتيا الصخرة وضعا رؤوسهما فرقد موسى واضطرب الحوت فخرج فسقط في البحر فاتخذ سبيله في البحر سربا فأمسك الله عن الحوت جرية الماء فصار مثل الطاق فقال هكذا مثل الطاق فانطلقا يمشيان بقية ليلتهما ويومهما حتى إذا كان من الغد قال لفتاه آتنا غداءنا لقد لقينا من سفرنا هذا نصبا ولم يجد موسى النصب حتى جاوز حيث أمره الله قال له فتاه أرأيت إذ أوينا إلى الصخرة فإني نسيت الحوت وما أنسانيه إلا الشيطان أن أذكره واتخذ سبيله في البحر عجبا فكان للحوت سربا ولهما عجبا قال له موسى ذلك ما كنا نبغي فارتدا على آثارهما قصصا رجعا يقصان آثارهما حتى انتهينا إلى الصخرة فإذا رجل مسجى بثوب فسلم موسى فرد عليه فقال وأنى بأرضك السلام ؟ قال أنا موسى قال موسى بني إسرائيل ؟ قال نعم أتيتك لتعلمني مما علمت رشدا قال يا موسى إني على علم من علم الله علمنيه الله لا تعلمه وأنت على علم من علم الله علمكه الله لا أعلمه قال هل أتبعك ؟ قال { إنك لن تستطيع معي صبرا . وكيف تصبر على ما لم تحط به خبرا - إلى قوله - إمرا } . فانطلقا يمشيان على ساحل البحر فمرت بهما سفينة كلموهم أن يحملوهم فعرفوا الخضر فحملوه بغير نول فلما ركبا في السفينة جاء عصفور فوقع على حرف السفينة فنقر في البحر نقرة أو نقرتين قال له الخضر يا موسى ما نقص علمي وعلمك من علم الله إلا مثل ما نقص هذا العصفور بمنقاره من البحر إذ أخذ الفأس فنزع لوحا قال فلم يفجأ موسى إلا وقد قلع لوحا بالقدوم فقال له موسى ما صنعت ؟ قوم حملونا بغير نول عمدت إلى سفينتهم فخرقتها لتغرق أهلها لقد جئت شيئا إمرا قال ألم أقل إنك لن تستطيع معي صبرا قال لا تؤاخذني بما نسيت ولا ترهقني من أمري عسرا فكانت الأولى من موسى نسيانا فلما خرجا من البحر مروا بغلام يلعب مع الصبيان فأخذ الخضر برأسه فقلعه بيده هكذا وأومأ سفيان بأطراف أصابعه كأنه يقطف شيئا فقال له موسى أقتلت نفسا زكية بغير نفس لقد جئت شيئا نكرا . قال ألم أقل لك إنك لن تستطيع معي صبرا قال إن سألتك عن شيء بعدها فلا تصاحبني قد بلغت من لدني عذرا فانطلقا حتى إذا أتيا أهل قرية استطعما أهلها فأبوا أن يضيفوهما فوجدا فيها جدارا يريد أن ينقض مائلا أومأ بيده هكذا وأشار سفيان كأنه يمسح شيئا إلى فوق فلم أسمع سفيان يذكر مائلا إلا مرة قال قوم أتيناهم فلم يطعمونا ولم يضيفونا عمدت إلى حائطهم لو شئت لاتخذت عليه أجرا . قال هذا فراق بيني وبينك سأنبئك بتأويل ما لم تستطع عليه صبرا . قال النبي صلى الله عليه و سلم وددنا أن موسى كا نصبر فقص الله علينا من خبرهما قال سفيان قال النبي صلى الله عليه و سلم يرحم الله موسى لو كان صبر لقص علينا من أمرهما )
 وقرأ ابن عباس " أمامهم ملك يأخذ كل سفينة صالحة غصبا " . " وأما الغلام فكان كافرا وكان أبواه مؤمنين "
 ثم قال سفيان سمعته منه مرتين وحفظته منه قيل لسفيان حفظته قبل أن تسمعه من عمرو أو تحفظه من إنسان ؟ فقال ممن أتحفظه ؟ ورواه أحد عن عمرو غيري سمعته منه مرتين أو ثلاثا وحفظته منه


Kami telah diberitahu oleh Ubai bin Ka’ab dari Nabi s.a.w bahawa Musa telah bangun berucap kepada Bani Israil lalu ditanya: “Siapakah manusia yang paling berilmu? 


Musa menjawab: “Aku”. 

Lalu Allah mencelanya kerana tidak mengatakan Allah lebih mengetahui tentangnya serta berfirman kepadanya: “Bahkan aku ada seorang hamba di tempat pertemuan dua laut yang lebih berilmu darimu!” 

Musa pun berkata: “Wahai Tuhanku bagaimanakah aku boleh menemuinya?” 

Allah berfirman: “Engkau bawalah seekor ikan di dalam bakul, di mana ikan itu hilang, di situlah dia berada.” 

Musa pun membawa seekor ikan di dalam bakul dan berjalan bersama-sama budaknya Yusya’ bin Nun, sehingga tiba ke sebuah batu besar dan menyandarkan kepala mereka kepadanya. Musa telah tertidur dan ikan itu bergerak dan melompat keluar dari bakul dan terjatuh ke dalam laut serta meluncur berenang. 

Tetapi Allah menahannya mengikuti arus air menyebabkannya terapung seperti pelampung. Kedua-dua mereka kemudiannya meneruskan perjalanan sepanjang hari dan malam. Pada keesokan hari, Nabi Musa meminta pembantunya mengeluarkan makanan kerana mereka lapar setelah berjalan jauh. Tetapi pembantu itu menjawab: 

“Ingatkah tuan ketika berada di batu besar? Ikan itu melompat keluar dari bakul dan saya terlupa memberitahu tuan, dan tidak ada yang melupakan saya melainkan syaitan. Ikan itu telah menuju ke laut dengan cara yang aneh!” 

Musa pun berkata: “Itulah tempat yang kita cari.” 

Lalu kedua-duanya berpatah balik sambil bercerita, hinggalah sampai ke batu besar tadi. Tiba-tiba di situ ada seorang lelaki yang berpakaian labuh. Nabi Musa memberi salam kepadanya, dan lelaki itu menjawabnya dan berkata: 

“Dari bumi mana salam mu itu?” 

Nabi Musa pun menjawab: “Aku Musa.” 

Lelaki itu bertanya: “Musa Bani Israil?” 

Nabi Musa menjawab: “Ya. Aku mengunjungimu agar engkau mengajar ilmu yang betul yang telah diajarkan kepadamu.” 

Lelaki itu berkata: “Wahai Musa! Sesungguhnya aku mengetahui dari ilmu Allah yang diajarkannya kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau mengetahui dari ilmu Allah yang diajarkannya yang aku tidak mengetahuinya!” 

Nabi Musa lalu bertanya: “Bolehkah aku mengikutimu?” 

Lelaki itu menjawab: “Engkau tidak akan dapat bersabar. Bagaimanakah engkau boleh bersabar melihat sesuatu yang engkau tidak tahu menahu tentangnya?” 

Nabi Musa berkata: “Insya-Allah engkau akan mendapatiku bersabar dan aku tidak akan membantah.” 

Lelaki itu berkata: “Jika engkau mengikutku, janganlah engkau tanyakan kepadaku tentang apa-apa pun sehingga aku terangkan kepadamu sebabnya.” 

Lalu kedua-duanya pun berjalan ke pantai dan menemui sebuah perahu. Mereka meminta orang-orang di perahu itu membawa mereka bersama-sama. Orang-orang itu kenal akan al-Khidir dan bersetuju membawa mereka tanpa upah. Apabila kedua-dua mereka berada di atas perahu itu, datang seekor burung dan bertenggek di tepi perahu itu sambil mematuk air laut sekali atau dua kali. 

Nabi Khidir pun berkata: “Wahai Musa! Ilmuku dan ilmumu tidak mengurangkan ilmu Allah sedikit pun sama seperti burung itu tidak mengurangkan air laut dengan patukan muncungnya!” 

Selepas itu Nabi Khidir mengambil sebilah kapak dan mengopak sekeping papan perahu tersebut. 

Lalu Nabi Musa bertanya: “Apakah yang engkau lakukan? Orang itu menumpangkan kita dengan percuma, tetapi  engkau merosakkan perahu mereka supaya mereka tenggelam lemas. Engkau telah melakukan sesuatu yang merbahaya!” 

Nabi Khidir menjawab: “Bukankah sudahku katakan engkau tidak akan dapat bersabar bersama-samaku?” 

Nabi Musa pun berkata: “Janganlah engkau menyalahkanku kerana suatu yang aku lupa dan janganlah menyusahkan aku dengan sesuatu yang sukar!” 

Setelah mendarat mereka temui pula seorang anak muda yang sedang bermain-main dengan kanak-kanak. Nabi Khidir lalu memegang leher anak muda itu dan memulas begini…(Sufyan menunjukkan dengan jarinya seolah-olah memetik sesuatu). 

Nabi Musa berkata: “Patutkah engkau membunuh seorang yang tidak berdosa? Sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar.” 

Nabi Khidir menjawab: “Bukankah sudah aku kata, engkau tidak akan dapat bersabar bersama-samaku?” 

Nabi Musa berkata: “Andainya aku menyatakan sesuatu lagi selepas ini, maka janganlah engkau berkawan lagi denganku. Sesungguhnya engkau telah cukup mendapat alasan dariku.” 

Kedua-duanya pun meneruskan perjalanan mereka hingga tiba di sebuah kampung. Mereka meminta penduduknya memberi mereka makanan, tetapi orang-orang kampung itu menolak permintaan mereka. Kemudian kedua-duanya mendapati sebuah dinding condong yang hampir roboh, Nabi Khidir lalu menahannya dengan tangannya begini…….(Sufyan memberi isyarat seolah-olah menyapu sesuatu dari bawah ke atas). 

Nabi Musa pun berkata: “Kaum ini kita datangi dan mereka tidak memberi kita makanan dan tidak juga menjadikan kita sebagai tetamu, tetapi engkau menyandarkan diri ke dinding mereka yang condong, agar ia tidak runtuh. Sedangkan kalau engkau mahu, engkau boleh meminta upah dari mereka kerana pertolongan itu.” 

Nabi Khidir berkata: “Inilah bandingan antara aku dengan engkau. Sekarang aku akan memberitahumu pengertian yang tersembunyi dari perbuatan-perbuatanku yang engkau tidak dapat bersabar melihatnya itu….”

Dan Ibnu Abbas menyebut lagi bahawa " di depan mereka (ketika di laut) ada raja yg merampas semua perahu-perahu yang masih baik". Dan sesungguhnya budak itu adalah seorang yang kafir dan kedua ibu bapanya adalah orang yang beriman".

Dari kisah yang telah disebutkan oleh Allah swt dan Nabi saw tentang Nabi Musa dan Nabi Khidir ini, mempunyai pengajaran yang terlalu banyak. Antaranya, Jangan menganggap diri sendiri lebih dari orang lain kerana setiap manusia mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Orang yang Allah berikan ilmu, bukanlah bererti dia mengetahui semua perkara sepertimana kata Nabi Khidir kepada Nabi Musa: “Wahai Musa! Sesungguhnya aku mengetahui dari ilmu Allah yang diajarkannya kepadaku yang engkau tidak mengetahuinya. Dan engkau mengetahui dari ilmu Allah yang diajarkannya yang aku tidak mengetahuinya!” .

Dan kita juga perlu mangetahui bahawa, Ilmu Allah ini bukanlah sekadar apa yang termaktub didalam kitab atau buku yang perlu dipelajari didalam kelas semata-mata. Tetapi ilmu Allah itu perlu juga dipelajari melalui pengalaman hidup samaada dari diri sendiri atau orang lain.

Sebagai pengakhirannya, cuba kita fahami "Apabila kedua-dua mereka berada di atas perahu itu, datang seekor burung dan bertenggek di tepi perahu itu sambil mematuk air laut sekali atau dua kali. 

Nabi Khidir pun berkata: “Wahai Musa! Ilmuku dan ilmumu tidak mengurangkan ilmu Allah sedikit pun sama seperti burung itu tidak mengurangkan air laut dengan patukan muncungnya!” 



Continue Reading...